Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan pada hakikatnya adalah unsure yang sangat urgent sekali dalam kelangsungan hidup setiap manusia karna pada dasarnya seseorang itu membutuhkan persiapan yang matang dalam merencanakan dan melangsungkan masa depan.[1] dari usaha dan hasil yang di tempuh itu berhasil atau tidaknya tergantung pada setiap usaha yang di lakukan, manusia di bekali oleh ALLAH SWT sebuah akal yang pada fitrahnya di gunakan untuk berfikir dan bagaimana untuk melangsungkan kehidupanya yang kelak dari hasilnya itu dapat di pertanggung jawabkan pada hari akhir. Berbicara tentang dunia pendidikan tidaklah lengkap bila tidak mengkaji satu persatu apa yang ada dalam pelaksanaanya, namun di sini penulis membatasi kajian penulisan ini hanya tertuju pada profesionalisme guru, mengenai pelaksanaan yang ada latar belakang yang timbul saat ini adalah apakah pandangan islam mengenai seorang guru? sudah baik ataupun sebaliknya. Pada dasarnya Tugas utama guru adalah “mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik…”

Sebagaimana yang tercantum dalamUUD NO 14/2005 pasal 1 tentang guru dan dosen. Batasan tugas guru tersebut menunjukan bahwa sosok guru memiliki peran strategis dadam proses pendidikan, bahkan sumber daya yang lain sering kali kurang berarti jika tidak di sertai dengan kualitas guru yang bermutu. Dengan kata lain, guru merupakan kunci sukses dan ujung tombak dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan.[2]

  1. RUMUSAN MASALAH

Dari hasil yang dapat kita tangkap dari latar belakang masalah di atas seorang pendidik harus bisa menerpkan sesuatu materinya kepada peserta didik dengan sebaik-baik mungkin, karena ketika pendidik memberikan materi ajarnya dan tidak sesuai dengan peserta didiknya maka peserta didik tersebut akan mengalami ketidak pahaman atau tidak nyambung. Dalam pembahasan ini pula dijelaskan megenai bagaiman system pendidikan yang baik, bagaimana menanamkan motivasi, semangat serta banyak hal lain yang perlu disimak dalam pembahasan ini.

Semoga dengan ini pendidik bisa lebih menyadari betapa pentingnya proses pendidikan itu, jadi pendidikan itu bukan hanya menggugurkan kewajiban semata, namun beban yang berat adalah melaksanakan tanggung jawab pendidik karena pendidik dituntut untuk memberikan dan dalam memberikan itu jangan sampai peserta didik tidak paham.

  1. TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang dapat kita peroleh dari hasil pengkajian ini diantaranya adalah mengenai :

Ø Bagaimana mengetahui mengembangkan pendidikan agama islam.

Ø Menggali prinsip-prinsip atau pedoman yang ada dalam peserta didik.

Ø Diharapkan para pendidik dapat lebih mengembangkan proses pendidikan.

Ø Menambah wawasan terhadap peserta didik mengenai bagaimana sikap kita terhadap pendidik atau guru.

Ø Memenuhi tugas kapita selekta pendidikan agama islam.


BAB II

PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran

Jika SLA adalah untuk menawarkan bimbingan guru, ada kebutuhan untuk
menggigit peluru dan mengajukan saran, selama nasihat ini tidak menyamar sebagai
resep atau larangan (dan selalu ada bahaya bahwa saran akan sangat
ditafsirkan) dan selama itu tentatif, dalam bentuk apa Stenhouse (1975) disebut
'Spesifikasi sementara'. Saya telah memilih untuk menyajikan spesifikasi saya sendiri sementara di
bentuk 'prinsip'. Saya tidak berharap bahwa semua SLA peneliti atau semua guru bahasa akan setuju dengan mereka. Saya berharap, meskipun, bahwa mereka akan memberikan dasar untuk argumen dan untuk refleksi.

Prinsip 1: Instruksi perlu memastikan bahwa peserta didik mengembangkan baik repertoar kaya rumusan ekspresi dan kompetensi berdasarkan aturan..
Prinsip 2: Instruksi perlu memastikan bahwa peserta didik terutama berfokus pada makna. 'Fokus pada makna' Istilah agak ambigu. Hal ini diperlukan untuk membedakan dua indera yang berbeda istilah ini.

Prinsip 3: Instruksi perlu memastikan bahwa peserta didik juga fokus di formulir.
Prinsip 4: Instruksi harus terutama diarahkan pada pengembangan implisit
pengetahuan L2 sementara tidak mengabaikan pengetahuan eksplisit. Pengetahuan implisit adalah prosedural, diadakan sadar dan hanya dapat Melisankan jika dibuat eksplisit
Prinsip ini, kemudian, menegaskan instruksi yang perlu diarahkan untuk mengembangkan kedua
implisit dan eksplisit pengetahuan, memberikan prioritas kepada mantan. Namun, guru harus tidak menganggap bahwa pengetahuan eksplisit dapat dikonversi menjadi pengetahuan implisit, seperti sejauh yang ini mungkin masih kontroversial.

Prinsip 5: Instruksi perlu mempertimbangkan pelajar 'built-in silabus'. Penelitian awal dalam perolehan L2 naturalistik menunjukkan bahwa peserta didik mengikuti 'alami' order dan urutan akuisisi (yaitu mereka menguasai struktur gramatikal yang berbeda dalam relatif tetap dan universal ketertiban dan mereka lulus melalui urutan tahapan akuisisi pada rute untuk menguasai setiap struktur gramatikal).
Prinsip 6: bahasa menginstruksikan sukses belajar memerlukan input L2 luas.
Belajar bahasa, apakah itu terjadi dalam naturalistik atau konteks menginstruksikan, yang lambat dan
proses melelahkan.

Prinsip 7: bahasa menginstruksikan sukses belajar juga memerlukan kesempatan untuk output.

Prinsip 8: Kesempatan untuk berinteraksi dalam L2 adalah pusat untuk mengembangkan kemampuan L2.

Prinsip 9: Instruksi perlu mempertimbangkan perbedaan individu dalam peserta didik.
Prinsip 10: Dalam menilai kemampuan peserta didik L2 ', adalah penting untuk menguji gratis juga sebagai produksi dikendalikan (2000) meta Norris dan Ortega-analisis studi menyelidiki bentuk-fokus instruksi menunjukkan bahwa tingkat efektivitas instruksi bertumpu pada cara di mana ia diukur. Mereka dibedakan empat jenis pengukuran:

1. Metalinguistik penghakiman (misalnya tes grammaticality penghakiman)

2. Respon yang dipilih (misalnya pilihan ganda)

3. Dibikin respon dibangun (misalnya latihan kesenjangan mengisi)

4. Free dibangun respon (misalnya tugas komunikatif). [3]

Dari konsep belajar dan pembelajaran dapat diidentifikasi prinsip-prinsip belajar dalam pelakasanaan pembelajaran sebagai berikut:

1. Prinsip Kesiapan (Readiness)

Konsep kesiapan sangat mempengaruhi dalam proses belajar peserta didik yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam proses dan pembelajaran, pasti didik banyak yang berputus asa atau malas belajar. Prinsip kesiapan balajar bukan hanya berdasarkan kondisi fisik saja, namun kesiapan belajar ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, psikis, inteligensi, latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan factor-faktor yang memungkinkan seseorang dapat belajar.

Berdasarkan prinsip kesipan belajar tersebut, dapat dikemukakan hal-hal yang terkait dengan pembelajaran antara:

a. Individu akan dapat belajar dengan baik apabila tugas yang diberkan kepadanya sesuai dengan kesiapan (kematangan usia, kemampuan, minat, dan latar belakang pengalaman)

b.Kesiapan belajar harus dikaji lebih dulu untuk memperoleh gambaran kesiapan belajar siswanya dengan jalan mengetes kesipan atau kemampuan.

c. Jika individu siap untuk melaksanakan suatu tugas belajar maka akan menghambat proses pengaitan pengetahuan baru kedalam struktur lognitif yang dimilikinya.

d.Kesiapan belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan untuk menerima sesuatu yang baru dalam membentuk atau mengembangkan kemampuan yang lebih mantap.

e. Bahan dan tugas-tugas belajar akan sangat baik kalau divariasi sesuai dengan factor kesiapan kognitif, efektif dan psikomotorik peserta didik yang akan belajar.

2. Prinsip Motivasi (Motivation)

Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah kearah suatu tujuan tertentu[4]. Seseorang peserta didik dapat terlihat memiliki motivasi dari pengamatan observasi tingkah lakunya.

Cirri-ciri peserta yang memiliki motivasi:

a. Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan.

b. Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut.

c. Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.[5]

Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat dibagi menjadi dua:

a. Motivasi intrinsic.

Yaitu: motivasi yang dating dari dalam diri peserta didik.

b. Motivasi ekstrinsik.

Yaitu: motivasi yang dating dari lingkungan diluar peserta didik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pendidikan agama:

a. Memberikan dorongan (Drive)

Tingkah laku seseorang akan terdorong kearah sesuatu tujuan tertentu apabila ada kebutuhan. Kebutuhan ini menyebabkan timbulnya dorongan internal, yang selanjutnya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu menuju tercapainya suatu tujuan. Setelah tujuan dapat dicapai biasanya intensitas dorongan semakin menurun.

b. Memberikan Insentif.

Adanya karakteristik tujuan menyebabkan seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku tersebut disebut insentif. Setiap orang mengharapkan kesenangan dengan mendapatkan insentif yang bersifat negative.[6]

Insentif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tidak selalu berupa materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan sesuai kadar kemampuan yang dapat diberikan kepada peserta didik secara bertahap sesuai tahap tingkatan yang dapat dicapainya.

c. Motivasi Berprestasi.

Setiap orang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan untuk dapat berprestasi. MC Chelland (dalam Carlesson, 1986) mengemukakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu:

1) Harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil.

2) Prestasi tertinggi nilai tigas.

3) Kebutuhan untuk keberhasilan atau kesuksesan.

d. Motivasi kompetensi

Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan berusaha menaklukan lengkungan. Motivasi belajar tidak bisa dilepaskan dari keinginannya untuk menunjukkan kemampuan dan dan penguasaanya kepada orang lain.

e. Motivasi kebutuhan.

Menurut Maslow, manusia memiliki kebutuhan yang bersifat hierakis

3. Prinsip Perhatian

Perhatian merupakan suatu strategi kognitif yang mencakup empat keterampilan, yaitu:

a) Berorientasi pada suatu masalah.

b) Meninjau sepintas isi masalah.

c) Memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan.

d) Mengabaikan stimulasi yang tidak relevan.[7]

Dalam proses pembelajaran, prinsip perhatian merupakan factor yang besar pengaruhnya. Apabila peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang disampaikan atau dipelajari maka peserta didik tersebut dapat menerima dengan mudah.

4. Prinsip Persepsi

Persepsi adalh suatu proses yang bersifat komplek yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya[8]. Pada umumnya, seseorang itu lebih cenderung percaya pada sesuatu sesuai dengan bagaimana ia memahami sesuatu itu pada sitiasi tertentu. Persepsi bersifat relative, selektif dan teratur. Karena itu sejak dini seseorang pesertra didik perlu ditanamkan rasa memilki persepsi yang baik dan akurat mengenai apa yang dipelajari.

5. Prinsip Retensi

Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembalai setelah seseorang mempelajari sesuatu. Kebanyaan apabila seseorang belajar, maka setelah selang beberapa waktu apa yang akan dipelajari akan banyak yang terlupakan.

Prinsip-Prinsip untuk meningkatkan retensi:

a) Isi pembelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan isi pembelajaran yang tidak bermakna.

b) Benda yang jelas dan konkrit lebih mudah diingat, daripada benda-benda yang abstrak.

c) Isi pembelajaran yang bersifat konsektual/serangkaian kata-kata yang mempunyai kekuatan asosiatif lebih baik diingat dibandingkan dengan kata-kata yang tidak memiliki kesamaan internal.

d) Tidak ada perbedaan antara retensi dengan apa yang telah dipelajari peserta didik yang mempunyai berbagai tingkat IQ.[9]

Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi belajar, yaitu:

a. Apa yang dipelajari pada permulaan (original learning )

b. Belajar melebihi penguasaan (clear learning)

c. Pengulangan dengan interval waktu (spaced learning)

Cara-cara untuk meningkatkan retensi belajar, antara lain:

a. Usahakan agar isi pembelajaran yang dipelajari disusun dengan baik dan bermakna.

b. Pembelajaran dibuat dengan bantuan jembatan keledai (macmonic)

c. Berikan resitasi, karena hal itu akan meningkatkan aktivitas peserta didik.

d. Berikan latihan pengulangan terutama untuk pembelajaran keterampilan motorik.

e. Susun dan sajikan konsep yang jelas.[10]

6. Prinsip Transfer

Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Ada beberapa bentuk transfer, yaitu:

a) Transfer Positif

Terjadi apabila pengalaman sebelumnya dapat membantu mempermudah pembentukan untuk kerja peserta didik dalam tugas-tugas selanjutnya.

b) Transfer Negatif

Terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya menghambat atau mempersulit untuk kerja dalam tugas-tugas baru.

c) Transfer Nol

Terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya tidak mempengaruhi unjuk kerja dalam tugas-tugas barunya.

Transfer dapat diklasifikasikan kedalam:

a. Transfer Horizontal.

Yakni: apabila pengetahuan atau ketermapilan yang dipelajari sebelumnya dapat dialihkan kedalam proses mempelajari pengalaman yang setingkat atau dalam satu kategori. Bentuk transfer horizontal meliputi:

1. Transfer Lateral

Yaitu apabila pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari sebelumnya dapat diterapkan dalam situasi didalan kehidupan tanpa pengawasan orang yang mengajar.

2. Transfer Sequencial

Yaitu apabila pemahaman tentang apa yang dipelajari sebelumnya dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang lebih sulit atau berada pada jenjang pengetahuan yang lebih tinggi.[11]

Johnson (1995) mengidentifikasi empat persyaratan utama untuk interaksi untuk membuat kelas akuisisi kaya:

1. Membuat konteks penggunaan bahasa dimana siswa memiliki alasan untuk mengurus bahasa

2. Menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk menggunakan bahasa untuk mengekspresikan mereka sendiri arti pribadi

3. Membantu siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan terkait bahasa yang berada di luar mereka saat ini tingkat kemampuan

4. Menawarkan berbagai konteks yang diperuntukkan untuk kinerja penuh dalam bahasa.

Johnson menunjukkan bahwa ini lebih mungkin terjadi ketika tugas akademik
struktur (yaitu bagaimana materi pelajaran yang diurutkan dalam pelajaran) dan partisipasi social.[12]

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN PAI

Pembelajaran terkait dengan bagaimana (how to)membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan (needs) peserta didik.

Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai cara-cara tertentu yang paling cocok untuk dapat digunakan dalam mencapai hasil-hasil pembelajran Pendidikan Agama Islam yang berada dalam kondisi pembelajaran tertentu. Karena itu, metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat berbeda-beda menyesuaikan dengan hasil pembelajaran dan kondisi pembelajaran yang berbeda-beda pula.

Komponen utama faktor-faktor Pendidikan Agama Islam:

    1. Kondisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Kondisi pembelajaran pendidikan Agama Islam adalah semua factor yang mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Karena itu perhatian kita adalah berusaha mengidentifikasi dan mendeskripsikan factor-faktor yang termasuk kondisi pembelajaran, yaitu tujuan dan karakteristik bidang study pai karakteristik peserta didik.

Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam atas apa yang diharapkan karakteristik bidang study Pendidikan Agama Islam adalah aspek-aspek suatu bidang study yang terbangun dalam struktur isi dan konstruk/tipe isi bidang study Pendidikan Agama Islam berupa fakta/konsep, dalil/hukum, prinsip/kaidah, prosedur dan keimanan yang menjadi landasan.

Kendala pembelajaran adalah keterbatasan sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu dan keterbatasan dana yang tersedia. Karakteristik peserta didik adalah kualitas perseorangan peserta didik seperti bakat, kemampuan awal yang dimiliki, motivasi belajar, dana kemungkinan hasil belajar yang akan dicapai.

    1. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi:

a) Strategi Pengorganisasian.

Strategi pengorganisasian adalah suatu metode untuk mengorganisasi isi bidang study pendidikan agama islam yang dipilih untuk pembelajaran. Strategi pengorganisasian dapat dibedakan menjadi:

1) Strategi Mikro

Strategi mikro mengacu pada metode untuk mengorganisasikan isi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang menyangkut suatu konsep, prosedur atau prinsip-prinsip, dalil, hukum.

2) Strategi Mikro.

Strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasikan isi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang melibatkan lebih dari satu konsep, prosedur , prinsip, dalil dan hukum.

b) Strategi Penyampaian.

Strategi penyampaian pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespons dan menerima pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan mudah, cepat dan menyenangkan. Tiga komponen dalam strategi penyampaian:

1) Media Pembelajaran.

2) Interaksi media pembelajaran dengan peserta didik.

3) Pola atau bentuk belajar mengajar.

c) Strategi Pengelolan Pembelajaran.

Strategi pengelolaan pembelajaran adalah metode menata interaksi antara peserta didik dengan lomponen-komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. Strategi pengelolaan pembelajaran pendidikan agama islam berupaya untuk menata interksi peserta didik dengan memperhatikan empat hal, yaitu:

1) Penjadwalan kegiatan pembelajaran yang menunjukkan tahap-tahp kegiatan yang harus ditempuh peserta didik dalam pembelajaran.

2) Pembuatan catatan kemajuan belajar peserta didik melalui penilaian yang komprehensif dan berkala selama proses pembelajaran berlangsung maupun sesudahnya.

3) Pengelolaan motivasi peserta didik dengan menciptakan cara-cara yang mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

4) Kontrak belajar yang mengacu kepada pemberian kebebasab untuk memilih tindakan belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik.

Dornyei Penelitian telah menunjukkan jenis-jenis strategi pengajaran yang guru dapat mempekerjakan untuk mengembangkan dan mempertahankan motivasi intrinsik siswa mereka. Dornyei (2001) juga membuat titik jelas bahwa 'intervensi motivasi terbaik hanya untuk meningkatkan kualitas pengajaran kami '(hal. 26). Dia menunjuk khususnya untuk kebutuhan 'instruksional kejelasan 'dan mengacu pada (1986) checklist Wlodkowski untuk mencapai hal ini. Ini termasuk seperti jelas resep sebagai 'menjelaskan hal-hal sederhana' dan 'mengajar di sebuah kecepatan yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat '. Guru juga harus menerima bahwa mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa mereka siswa termotivasi dan tetap termotivasi dan tidak meratapi kenyataan bahwa siswa tidak membawa Motivasi apapun untuk belajar L2 untuk kelas. Meskipun mungkin benar bahwa guru dapat berbuat banyak untuk mempengaruhi motivasi ekstrinsik siswa, ada banyak yang bisa mereka lakukan untuk meningkatkan motivasi intrinsik merek[13]

    1. Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Dapat diklasifikasikan menjadi keefektifan, efisiensi dan daya tarik. Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan kriteria:

a) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari.

b) Kecepatan unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar.

c) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh.

d) Kualitas unjuk kerja sebagaii bentuk kerja sebagai bentuk hasil belajar.

e) Kualitas hasil akhir yang dapat dicapai.

f) Tingkat alih belajar.

g) Tingkat retensi belajar.

  1. POLA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PAI

Dalam proses pembelajaran, dikenalkan berbagai pola pembelajaran. Pola pembelajaran adalah model yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran terus berkembang sejlan dengan kemajuan zaman, oleh karena itu tak cukup jikau dalam sumber belajarnya hanya berasal dari guru saja atau berupa buku teks atau bahkan media audio-visual. Kecenderungan pembelajaran dewasa ini adalah system belajar secara khusus yang memungkinkan dapat dipergunakan pelajar secara khusus yang memungkinkan dapat mempergunakannya secara langsung.

Seiring sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan kualitas tenaga guru yang professional, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan membekali para guru agar mampu mengembangkan media pembelajaran, jadi seorang guru itu tidak hanya menerapkan pemahamannya saja dalam proses pembelajaran, sebab apabila seperti itu kebanyakan siswa akan merasa cepat bosan dan aktivitas pembelajaran tidak berjalan dengan efisien.

Dalam praktiknya tidak ada pola pembelajaran yang baku dan dapat dipergunakan dalam berbagai kondisi pembelajaran. Berbagai pola tersebut saling berbaur dan melengkapi satu dengan yang lainnya. Secara operasional, penerapan pola pembelajaran tersebut mempunyai cirri pokok, antara lain:

1. Fasilitas fisik sebagai perantara penyajian informasi.

2. System pembelajaran dan pemanfaatan fasilitas yang merupakan komponen terpadu.

3. Adanya pilihan yang memungkinkan terjadinya:

a) Perubahan fisik tempat belajar,

b) Hubungan guru dan pelajar yang dibantu media,

c) Aktivitas peserta didik yang lebih mandiri,

d) Perlunya kerjasama lintas disiplin ilmu seperti ahli instruksional, ahli media pembelajaran,

e) Perubahan peranan dan kecakapan mengajar,

f) Keluwesan waktu dan tempat belajar.

  1. PENDEKATAN SISTEM Dalam PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PAI

Dalam kaitannya dengan perencanaan pembelajaran, perlu dikemukakan pengertian beberapa istilah yang terkait dengan system untuk membantu mempermudah pemahaman system perencanaan pembelajaran. System sendiri adalah gabungan dari komponen-komponen yang terorganisasi sebagai satu kesatuan dengan maksud untuk mencapai suatu tujuanyang ditetapkan. Komponen adalah semua variabel (unsure-unsur yang mempengaruhi proses tercapainya tujuan yang ditetapkan). Supra-sistem sendiri adalah system yang komplek, yang mencakup lebih dari satu system sebagai komponennya. Subsistem adalah kesatuan atau kumpulan kesatuan yang merupakan bagian dari suatu system yang lebih besar. System terbuka adalah system yang biasa menerima input dari luar. System tertutup adalah system yang tidak menerima input dari luar. Proses adalah penerapan suatu cara atau metode dan sarana untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Input adalah unsur-unsur atau sumber-sumber yang dapat ditetapkan atau dimanfaatkan. Output adalah hasil konservasi dari proses suatu system yang dihitung sebagai hasil atau produk. Dan produk adalah hasil akhir dari sesuatu.

Dengan sedikit pemahaman konsep diatas, diharapkan agar dapat membantu memahami konsep system dan pendekatan system, cirri-ciri system, pentingnya perencanaan system dan aplikasi perencanaan system yang akan dipaparkan dalam uraian berikut:

1. Pengertian Sistem.

Dalam kehidupan ini manusia tidak bisa terlepas dari sesuatu yang namanya system, sebab system itu kahir dari komunitas makhluk dalam hubungannya dengan komunitas makhluk, karena manusia berada pada system keluarga. Di dalam kehidupan bermasyarakat, manusia berada dalam system social, dalam dunia profesinya manusia berada dalam system profesi yang disepakatinya. Begitulah banyak system yang manusia lalui, sehingga tanpa dipungkiri manusia itu tak bisa mengelak mengenai system.

Dalam konteks pembelajaran, system dapat diidentifikasikan sebagai keseluruhan komponen terdri atas bagian-bagian yang berkaitan untuk bekerjasama mencapaii hasil atau tujuan yang diharpakan. Dan setiap system itu memiliki batasan tersendiri.

2. Ciri-Ciri Sistem

System memiliki beberapa cirri-ciri, tak berbeda dengan yang lainnya. Cirri-ciri system sendiri adalah memiliki tujuan, fungsi masing-masing komponen, keterkaiatan komponen yang satu dengan yang lainnya, adanya keterpauatan atau kerha sama, proses transformasi, umpan balik dan ada kawasan. Pada dasarnya tujuan itu menjadi pegangan kerja dan arah dari semua proses system karena titik akhir produk yang dihasilkan dari kerja adalah tercapainya tujuan, jadi system ini sudah jelas memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai.

3. Manfaat System.

Pengetahuan tentang system sangat bermanfaat bagi kegiatan penyusunan perencanaan pembelajaran.[14]. Kegiatan perencanaan pembelajaran dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dari memilih suatu memperhatikan factor, tujuan, karakteristik pelajar dan pemanfaatan sumber-sumber belajar guna mencapai hasil yang maksimal.

4. Pendekatan Sistem Pembelajaran.

Pembelajaran merupakan kegiatan dimana seseorang sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu[15]. Karena pembelajaran merupakan kegiatan yang sengaja direncanakan maka diperlukan pendekatan yang tepat untuk merancang kegiatan pembelajaran yang sistematis, sehingga dapat dicapai kualitas hasil atau tujuan yang ditetapkan.

a. Pengertian pendekatan Sistem

Pendekatan system adalah suatu proses kegiatan mengidentifikasi kebutuhan, memilih problem, mengidentifikasi syarat-syarat pemecahan problem, memilih alternative pemecahan masalah yang paling tepat, mengevaluasi hasil dan merevisi sebagaian atau seluruh system yang dilaksankan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam memecahkan masalah secara lebih baik.

b. Aplikasi Perencanaan Pendekatan Sistem.

Perencanaan pembelajaran yang sistematis pada hakikatnya sama dengan pemecahan masalah secara umum. Untuk dapat membuat perencanaan pembelajaran yang sistematis diperlukan pola pemikiran yang sistematis, yang biasanya dituangkan dalam bentuk model. Langkah-langkah kerja suatu perencanaan yang sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi masalah berdasarkan kebutuhan.

Masalah adalah kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi riil dari kebutuhan yang diinginkan.

2) Menentukan syarat-syarat dan alternative pemecahannya.

Untuk memecahkan masalah perlu adanya identifikasi prasyarat, yaitu faktor-faktor yang dapat mendukung dan faktor-faktor yang dapat menghambat masalah.

3) Memilih strategi pemecahan berdasarkan alternative pemecahan terpilih yang dianggap relevan dan peling efektif untuk menetapkan metode atau strategi pelaksanaannya.

4) Melaksanakan strategi yang dipilih, dari alternative pemecahan terpilih dan metode yang ditetapkan, selanjutnya ditetapkan pelaksanaannya.

5) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penggunaan metode terpilih dapat menyelesaikan masalah.

6) Mengadakan revisi pada setiap langkah bila siperlukan. Pembelajaran meripakan proses yang membutuhkan waktu lama. Karena itu, dalam setiap bagian kegiatan bila perlu dilakukan revisi guna hasil yang optimal.

  1. PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Yang BERORIENTASI Pada PENDIDIKAN NILAI (AFEKTIF)

Upaya pengembangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berorientasi pada pendidikan nilai (afektif) pada dasrnya perlu mempertimbangkan tiga komponen factor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

1. Tahap-Tahap Perkembangan Nilai Moral

Tahap perkembangan nilai moral seseorang dapat di bedakan menjadi empat, yaitu:

Tahap pertama: usia 0-3 tahun (pra-moral). Pada fase ini anak tidak mempunyai bekal pengertian tentang baik dan buruk tingkah lakunya.

Tahap kedua: usia 3-6 (tahap egosentris). Pada fase ini anak hanya mempunyai pikiran yang samara-samar dan umum tentang aturan-aturan ia sering mengubah aturan untuk memuaskan kebutuhan pribadi.

Tahap ketiga: usia 7-12 tahun (tahap heteronom). Pada fase ini ditandai dengan suatu paksaan.

Tahap keempat: usia 12 tahun dan seterusnya (tahap otonom). Pada fase ini seseorang mulai mengerti nilai-nilai dan muali memakainya dengan cara sendiri. Moralitasnya ditandai dengan kooperatif, bukan paksaan, interaksi dengan teman sebaya, diskusi, factor utama dalam tahap ini adalah menghormati orang lain[16].

2. Pengembangan Pembelajaran PAI yang berorientasi pada nilai (Afektif)

Pengembngan pembelajaran PAI sebenarnya lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik ketuhanan maupun kemanusiaan, yang hendak ditanamkan dan atau ditumbuh kembangkankedalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya.

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran, yaitu:

Pertama : Pembelajaran nilai dengan menggunkan Strategi Tradisional.

Kedua : Pembelajaran nilai dengan menggunkan StrategiBebas.

Ketiga : Pembelajaran nilai dengan menggunkan Strategi Reflektif.

Keempat : Pembelajaran nilai dengan menggunkan Strategi Transinternal.[17]

Beberapa pendekatan tertentu dalam pembelajaran PAI, yaitu:

a. Pendekatan Pengalaman.

b. Pendekatan Pembiasaan.

c. Pendekatan Emosional.

d. Pendekatan Rasional.

e. Pendekatan Fungsional.

f. Pendekatan Keteladanan.

Metode-metode pembelajaran PAI yang berorientasi pada nilai:

Pertama: Metode Dogmatik, adalah metode untuk menghajarkan nilai kepada peserta didik dengan jalan menyajikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang harus diterima apa adanya tanpa mempersoalkan hakikat kebaikan dan kebenaran itu sendiri.

Kedua: Metode Deduktif, adalah cara menyajikan nilai-nilai kebenaran (Ketuhanan dan Kemanusiaan) dengan jalan menguraikan konsep tentang kebenaran itu agar dipahami oleh peserta didik.

Ketiga: Metode Induktif, adalah sebagai kebalikan dari metode dari metode deduktif, yakni dalam membelajarkan nilai dimulai dengan mengenalkan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari, kemudian ditarik maknanya secara hakiki tentang nilai-nilai kebenaran yang berada dalam kehidupan tersebut.

Keempat: Metode Reflektif, merupakan gabungan dari penggunaan metode deduktif dan induktif, yakni membelajarkan nilai dengan jalan mondar-mandir antara memberikan konsep secara umum tentang nilai-nilai kebenaran, kemudian melihatnya dalam kasus-kasus kehidupan sehari-hari, atau dari melihat kasus-kasus sehari-hari dikembalikan kepada konsep teoritiknya yang umum.

Dalam penggunaan metode tersebut guru harus menguasai teori-teori atau konsep secara umum tentang nilai-nilai kebenaran, dan sekaligus dituntut untuk memiliki day penalaran yang tinggi untuk mengembalikan setiap kasus dalam tataran konsep nilai itu[18].

Prosedur penggunaan teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Teknik Indoktrinasi

Melalui beberapa tahap, yaitu:

1) Tahap Brainwashing.

2) Tahap menanamkan Fanatisme.

3) Tahap penenaman doktrin.

b. Teknik Moral Reasoning.

Dilakukan dengan jalan:

1) Penyajian dilemma moral.

2) Pembagian kelompok diskusi setelah disajikan problematic dilema moral tersebut.

3) Hasil diskusi kelompok selanjutnya dibawa dalam diskusi kelas dengan tujuan untuk mengadakan klarifikasi nilai, membuat alternative dan konsekuensinya.

4) Setelah siswa mendiskusikan secara insentif dan melakukan seleksi nilai yang terpilih sesuai dengan alternative yang diajukan, selanjutnya siswa mengorganisasi nilai-nilai terpilih tersebut dalam dirinya.

c. Teknik Meramalkan Konsekuensi.

Langakah-langkahnya:

1) Siswa diberikan suatu melalui cerita, membaca majalah, melihat film, atau melihat kejadian konkret dilapangan,

2) Siswa diberikan beberapa pertanyaan yangberhubungan dengan nilai-nilai yang ia lihat, ketahui dan rasakan.

3) Upaya membandingkan nilai-nilai yang terdapat dalam kasus itu dengan nilai lain yang bersifat Kontradiktif.

4) Kemampuan meramalkan konsekuensi yang akan terjadi dari pemilihan dan penerapan suatu tata nilai tertentu.

d. Teknik Klarifikasi.

Dapat ditempuh dengan tiga tahap, yaitu:

1) Tahap pemberian contoh.

Pada tahap ini guru memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh penerapannya.

2) Tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang telah diketahui oleh siswa lewat contoh-contoh tersebut diatas.

3) Tahap mengorganisasikan tata nilai pada siswa.

e. Teknik Internalisasi.

Tahap-tahap dari teknik internilasasi ini adalah:

1) Tahap transformasi nilai.

2) Tahap transaksi nilai.

3) Tahap transinternalisasi.


BAB III

PENUTUP

Dari penejelasan ini, diterangkan mengenai Pengembangan Pembahasan Pendidikan Agama Islam, yang mana dalam pembahasan tersebut terdapat nilai-nilai konsep mengenai bagaiman mengembangkan system belajar dan pembelajaran pendidikan islam. Tak lebih-lebih dalam dunia pendidikan sekarang ini tujuan utama pendidikan adalah menciptakan pelajar yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, namun dalam aplikasinya setiap sekolah hanya memeberikan waktu pendidikan agama islam hanya dua jam saja, kalau dilihat dari aspek tersebut maka apakah mungkin suatu tujuan tersebut bisa terealisai dengan baik, yang jelas hanya suatu wacana belaka.

Mengembangkan pendidikan agama islam merupakan keharusan dari guru agama islam, sebab ia adalah pemegang kekuasaan mengenai materi pendidikan agama islam. Namun, setiap guru harus bisa memberikan contoh keagamaan yang baik terhadap peserta didiknya. Karena ada istilah yang mengatakan GURU itu di gugu ditiru, dengan menyikapi kalimat tersebut setidaknya semua guru bisa bergaul dengan siswanya dengan bijaksana, karena seorang siswa itu sangatlah suka terhadap apa yang diberikan guru apabila sesuai dengan posisi dan keadaan siswa tersebut.

Ketika guru agama islam sendiri tidak bisa memberikan suatu contoh yang baik maka dalam system atau pengembangannyapun sangat sulit untuk dimajukan

Semoga untaian kalimat dalam tulisan ini bisa membuka wawasan kita terhadap peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung. Rosadakarya

Arifin. H.M, 2003. Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara.Edisi Revisi.

Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung. Rosdakarya

Ath-thuwairaqi, nawwaal. Sekolah Unggulan. Darul Falah

http://www.fas.org/sgp/crs/misc/RS21654.pdf

http://www.pu.edu.pk/ier/ber/currentissue_pdf/5_Che%20Noraini%20Article_BER.pdf

http://www.tesl-ej.org/wordpress/issues/volume1/ej03/ej03r15/

http://classicaljournal.org/Lindzey.pdf

http://www.asian-efl-journal.com/sept_05_re.pdf



[1] [1] Lihat Dr. Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung ; PT Remaja Rosda Karya , 1994) cet.II, hal.74.

[2] Lihat Tadris Jurnal Pendidikan Islam profesionalitas guru pendidikan agama islam dalam proses pembelajara, ( jurusan Tarbiah STAIN Pamekasan, 2008) volume 3, nomer 1, hal 54.

[4] Morgan, 1986

[5] Worrel dan Stiwill, 1981

[6] Morgan, 1986

[7] Worell dan Stiwill, 1981

[8] Flenning dan Levie, 1981

[9] Thomburg, 1984

[10] Chauham, 1979

[11] Chauham, 1979

[14] Ely, 1979

[15] Merril, 1971

[16] J. Piaget dan L. Kohlberg.

[17] Noeng Muhadjir, 1988

[18] M. Chabib Thaha, 1988

Komentar

  1. Tulisan yang luar biasa. Saya ikut senang tulisan ini terindeks Google dengan ranking 10 besar. Barangkali tulisan saya ini bisa jadi pembanding berjudul PERAN PENTING PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Untuk membacanya silakan buka link Berikut ini:

    http://banjirembun.blogspot.com/2018/06/urgensi-atau-peran-penting-pengembangan.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sahabat sudah mampir di blog kami..

      Hapus
  2. makasih banget yah kak, karena tulisan kakak sudah membantu saya dalam mengerjakan tugas saya. jazakallaahu ahsanal jaza :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. oke sama-sama, terimakasih kembali sudah mampir..

      Hapus

Posting Komentar